DPR Minta Masukan BJ Habibie Untuk Pengembangan Industri Pertahanan

01-02-2011 / KOMISI I

Komisi I DPR mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan BJ Habibie, dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Sentosa dan dilanjutkan oleh Ketua Komisi I Mahfud Siddiq di gedung Nusantara II Jakarta, Senin (31/1).

RDPU tersebut dimaksutkan untuk meminta masukan mengenai persoalan pengembangan dan pemanfaatan industri strategis untuk pertahanan bangsa, termasuk soal pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang digunakan oleh TNI dalam menjalankan tugas pokoknya.

Mahfud Siddiq mengatakan pendapat dan pandangan-pandangan dari Habibie sangat dibutuhkan mengingat mantan Presiden RI tersebut merupakan salah satu sosok yang meletakkan fondasi bangunan kebangkitan teknologi Indonesia.

Diharapkan ke depan, kata Mahfud, Indonesia bisa memiliki industri strategis pertahanannya sekaligus mandiri dalam berbagai aspek yang mendukungnya. Berbagai pandangan Habibie juga dimaksudkan sebagai masukan untuk penyusunan RUU usul inisiatif DPR tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi (Fraksi PG), berpendapat dana sebelas triliun yang dianggarkan untuk Alusista, lebih baik digunakan untuk membiayai jam kerja operasional industri pertahanan dalam negeri, daripada kembali terbuang percuma dengan mengimpor produk-produk alusista.

Menurut Fayakhun, selama ini pihaknya cukup aktif dalam menyikapi permasalahan Alusista, dan telah mendapat respon positif dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan dibentuknya Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).

“Sedari dulu Komisi I sudah aktif membahas berbagai permasalahan menyangkut Alusista. Ini berbuah positif dengan dukungan dari Presiden SBY dengan membentuk KKIP. Begitupun dengan industri strategis pertahanan, kita juga aktif mengunjungi beberapa BUMN,” ujarnya.

Fayakhun menambahkan, Komisi I telah membentuk Panja untuk mewujudkan UU  tentang Alusista. “Hanya saja pertanyaan saya, matriks produk Alusista apa saja yang telah dibuat, terutama mengenai industri kapal perang, radar, dan lain-lain,” tanyanya

Anggota Komisi I lainnya, HM. Gamari (Fraksi PKS) mempertanyakan pendapat Habibie mengenai sikap yang seharusnya digunakan Indonesia dalam menghadapi ancaman pertahanan yang saat ini marak menggunakan bahan kimia berbahaya.

“Ancaman yang datang di masa datang bukan lagi persenjataan konvensional seperti yang kita ketahui selama ini. Ancaman serta gangguan sekarang ini menggunakan alat-alat modern yang mengandung bahan kimia berbahaya seperti nuklir, zat kimia biologis, dan bahan beracun lainnya”.

Menanggapi hal tersebut, Mantan Presiden RI ketiga itu mengingatkan agar tidak menyerahkan industri strategis pertahanan kepada perusahaan swasta karena memiliki resiko yang cukup besar.

“Jangan menyerahkan industri strategis pertahanan kepada pihak swasta, resikonya cukup besar. Bangun bangsa sendiri dengan mengandalkan sumber daya manusia yang kita punyai. Jangan harapkan bangsa lain membangun negeri ini, apapun kata-kata manis mereka, kita harus mandiri dengan mengembangkan pertahanan sendiri,” tegas Habibie.

Menurut Habibie, pembinaan dan arah pengelolaan BUMN Industri Strategis sejak 2002 hingga sekarang menjadi tidak fokus pada pengembangan industri hankam (maritime dan dirgantara). Akan tetapi lebih banyak pada pengelolaan perusahaan BUMN Persero yang menghasilkan keuntungan secara komersial.

Kondisi ini kata Dia, mengakibatkan banyak kegiatan pengembangan teknologi di BUMN Industri Strategis terhenti karena kurangnya pendanaan bantuan pemerintah serta tidak adanya road map pengembangan yang sinergi.

Karena itu, lanjutnya, diperlukannya UU yang melindungi badan usaha sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun, agar dapat mewujudkan kedaulatan rakyat. Badan usaha juga berperan sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia serta pelaksanaan pemerataan pendapatan juga pemerataan kesempatan.

Dia menambahkan, pemberian insentif keringanan pajak pada semua produk padat karya, mutlak dilakukan guna memperluas lapangan kerja dalam negeri. Selain itu, mempersulit impor produk padat karya semestinya dilakukan Pemerintah untuk melindungi industri pertahanan dalam negeri.

“Masyarakat harus diberi informasi yang memadai, bahwa membeli produk buatan dalam negeri sama dengan mengamankan lapangan kerja dan menjamin proses pemerataan dan kesejahteraan yang berkesinambungan,” katanya. (sw/da)

BERITA TERKAIT
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...
Prihatin Bos Rental Mobil Tewas Ditembak, Jazuli Juwaini Harap Polisi Lebih Sigap dan Tanggap
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, Jazuli Juwaini, menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa penembakan yang menewaskan seorang pemilik usaha...